Dalam tempoh 4 tahun Dr Mohd Ramli Kari menjadi ADUN Senggarang, sangat sukar untuk membaca berita yang dapat disiarkan dalam surat khabar berbahasa Melayu yang melaporkan aktiviti beliau sebagai YB/Wakil Rakyat.
Kalau adapun, sudah tentu berita yang kurang menyenangkan kita dan ada sesekali keluar selepas pembubaran Parlimen pada bulan Januari 2008 yang lalu.
Pelbagai isu rakyat telah dibawa ke pihak berwajib dan dalam sidang DUN Johor namun liputan tersebut disiarkan dalam media berbahasa Cina.
Berbeza dengan YB Ja'afar Hashim, YB DUN Senggarang yang baru, ruang kepada beliau sebagai wakil rakyat daripada BN terbuka luas.
Namun, PAS tidak akan patah semangat kerana sememangnya sekatan terhadap PAS untuk sama-sama diberikan peluang dan ruang dalam media massa telah lama berlaku.
DPPNJ berharap Dr Mohd Ramli akan terus bekerja kuat untuk merampas kembali kerusi DUN Senggarang daripada BN dalam Pilihanraya Umum yang akan datang.
-------------------------------------------------
Selatan: Dilema pekebun sayur
Oleh Mohd Roji Abdullah
Berita Harian - 25 Mac 2008
Limpahan air dari parit setiap kali hujan lebat sejak tiga tahun lalu sebabkan banyak tanaman musnah
BATU PAHAT: Selepas membuka tanah hutan untuk diusahakan dengan pelbagai tanaman sejak lebih 40 tahun lalu, pekebun di Batu 7, Jalan Tanjung Laboh, di sini, resah kerana kebanyakan tanaman mereka musnah ekoran limpahan air dari parit setiap kali hujan lebat.
Tinjauan mendapati banyak tanaman seperti durian, rambutan, pisang, malah kelapa sawit mati kerana terlalu kerap berendam dalam air akibat banjir kilat yang melanda kawasan berkenaan.
Parit yang dibina sejak tanah berkenaan mula diteroka dikatakan tidak pernah diselenggara menyebabkan dasarnya semakin cetek, manakala tebingnya pula ditumbuhi rumput yang menghalang kelancaran aliran air.
Memburukkan lagi keadaan, sejak tiga tahun lalu parit itu ditimbus dengan tanah oleh pengusaha sebuah kilang membancuh simen.
Pembinaan longkang bersaiz kecil di situ oleh pengusaha kilang untuk mengalirkan air terus ke Sungai Suloh tidak membantu, malah memburukkan keadaan. Longkang kecil itu tidak mampu menampung air yang banyak setiap kali hujan lebat menyebabkan air melimpah dan membanjiri kawasan kebun serta kira-kira 30 rumah di kawasan terbabit.
Seorang pekebun, Tan Hui Seng, 72, berkata sebelum ini, kebun mereka tidak pernah menghadapi masalah malah parit itu adalah sumber air utama untuk tanaman mereka khususnya untuk menyiram sayuran yang terletak di kawasan tinggi.Namun, sejak kira-kira tiga tahun lalu, parit yang dulunya menyuburkan tanaman mereka, kini bertukar sebaliknya kerana setiap kali hujan lebat, limpahannya akan memendekkan jangka hayat tanaman.
Beliau berkata, pelbagai usaha sudah mereka jalankan untuk mengatasi masalah itu, namun ia tidak berhasil dan akhirnya mereka merayu kepada Jabatan Pengairan dan Saliran (JPS) untuk membantu menyelenggara parit berkenaan."Kami sudah tidak tahan lagi.
Tanaman kami seperti durian dan rambutan yang sudah mengeluarkan hasil, mati begitu saja selepas beberapa kali kawasan kebun dilanda banjir.
"Dulu tak macam ni, parit inilah yang membekalkan air untuk memudahkan kami menyiram tanaman, tetapi kini sudah berubah dan saya percaya masalah kami ini hanya akan selesai jika kerja menyelenggara parit dijalankan," katanya.
Hui Seng berkata, banjir selepas hujan lebat bukan saja menjejaskan tanaman mereka, malah menyebabkan kediaman penduduk turut diancam banjir.
Beliau berkata, ramai penduduk turut terputus hubungan setiap kali hujan lebat kerana jalan ke rumah mereka dari jalan utama Batu Pahat-Tanjung Laboh, pasti tenggelam.
"Penduduk sudah mengalami banyak kerugian sama ada tanamannya mati, rumah dinaiki air ataupun kenderaan ditenggelami air.
"Kami tidak sanggup lagi menghadapi masalah seperti ini dan berharap usaha dijalankan segera bagi membantu kami hidup dalam keadaan seperti biasa seperti sebelum masalah ini berlaku sejak tiga tahun lalu," katanya.
Seorang pekebun sayur, Ngan Chye Chuang, 48, pula berkata masalah banjir kilat di kawasan Batu 7 itu semakin teruk sejak pengusaha kilang membancuh simen melencongkan aliran parit itu dan menutup bahagian atasnya dengan tanah serta membuat longkang untuk mengalirkan air ke Sungai Suloh.
Beliau berkata, akibatnya, saliran tersekat dan tidak mampu menampung jumlah air yang banyak setiap kali hujan lebat sehingga menyebabkan limpahan berlaku.
"Dulu parit ini lurus, tetapi apabila kilang membancuh simen dibina, pengusahanya melencongkan parit ini supaya kawasan untuk mereka menyimpan pasir dan batu lebih luas.
"Parit ini sudah wujud lebih 40 tahun lalu bagi memberi kemudahan kepada pekebun. Kami pernah berjumpa pengusaha kilang itu untuk membincangkan masalah yang kami hadapi selepas parit ini dilencongkan tetapi sehingga kini tiada tindakan yang mereka ambil," katanya.
Beliau berkata, sejak masalah banjir kilat melanda, empat mesin pam air yang digunakannya untuk menyedut air dari parit itu untuk disalirkan ke kebun sayurnya yang terletak di atas bukit, rosak.
"Saya sudah mengalami kerugian yang cukup besar akibat kerosakan enjin pam air itu dan tidak mahu terus menghadapi masalah ini lagi," katanya.
Sementara itu, Ahli Dewan Undangan Negeri (Adun) Senggarang, Ja'affar Hashim, yang turut meninjau kawasan kebun itu berkata, beliau akan membawa masalah yang dihadapi pekebun itu kepada JPS dan berharap tindakan segera diambil untuk mengatasinya.
"Saya sudah menerima banyak rungutan daripada pekebun dan selepas melihat sendiri keadaan ini di sini, saya faham masalah yang mereka hadapi dan memerlukan tindakan segera untuk mengatasinya.
"Banjir kilat yang sering berlaku selepas hujan lebat jelas mengancam keselamatan penduduk di sini serta menjejaskan tanaman mereka," katanya.
------------------------------------------
FAKTA: Kawasan kebun sayur Batu 7, Jalan Tanjung Laboh
Parit sepanjang lima kilometer dibina pekebun kira-kira 40 tahun lalu untuk mengalirkan air dari kawasan kebun hingga ke Sungai Suloh.
Kira-kira 30 pekebun tinggal di kawasan itu dan kebanyakannya mengusahakan tanaman kelapa sawit, dusun buah-buahan serta kebun sayur.
Dianggarkan lima dusun buah-buahan terjejas teruk dan kebanyakan tanaman sudah musnah.
2 comments:
MARI KITA BUAT PETANI TERSENYUM KETIKA DATANG PANEN
Petani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk-produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia. NPK yang terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita.
Produk ini dikenalkan oleh pemerintah saat itu sejak tahun 1969 karena berdasarkan penelitin bahwa tanah kita yang sangat subur ini ternyata kekurangan unsur hara makro (NPK). Setelah +/- 5 tahun dikenalkan dan terlihat peningkatan hasilnya, maka barulah para petani mengikuti cara tanam yang dianjurkan pemerintah tersebut. Produk hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1985-an pada saat Indonesia swasembada pangan. Petani kita selanjutnya secara turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau yang ada disekitar kita, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK saja ditambah dengan pengendali hama kimia.
Mereka para petani juga lupa, bahwa penggunaan pupuk dan pengendali hama kimia yang tidak terkendali, sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin tidak subur, semakin keras dan hasilnya dari tahun ketahun terus menurun.
Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.
System of Rice Intensification (SRI) pada tanaman padi yang sedang digencarkan oleh SBY adalah cara bertani yang ramah lingkungan, kembali kealam, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas hasil juga lebih baik, belum mendapat respon positif dari para petani kita, karena walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam budidayanya.
Petani kita karena sudah terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sangat berat menerima metoda SRI ini. Mungkin tunggu 5 tahun lagi setelah melihat petani tetangganya berhasil menerapkan metode tersebut.
Atau mungkin solusi yang lebih praktis ini dapat diterima oleh para petani kita; yaitu “BERTANI DENGAN POLA GABUNGAN SISTEM SRI DIPADUKAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK NASA”. Cara gabungan ini hasilnya tetap ORGANIK yang ramah lingkungan seperti yang dikehendaki oleh pola SRI, tetapi cara pengolahan lahan/tanah lebih praktis, dan hasilnya bisa meningkat 60% — 200% dibanding pola tanam sekarang.
Semoga petani kita bisa tersenyum ketika datang musim panen.
AYOOO PARA PETANI DAN SIAPA SAJA YANG PEDULI PETANI.
SIAPA YANG AKAN MEMULAI?
KALAU TIDAK KITA SIAPA LAGI?
KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI?
GUNAKAN NASA UNTUK BERTANI PADI DAN BERBAGAI KOMODITI.
HASILNYA TETAP ORGANIK, KUALITAS DAN KUANTITAS MENINGKAT.
omyosa,
papa_260001527@yahoo.co.id
MARI KITA BUAT PETANI TERSENYUM KETIKA DATANG PANEN
Petani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk-produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia. NPK yang terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita.
Produk ini dikenalkan oleh pemerintah saat itu sejak tahun 1969 karena berdasarkan penelitin bahwa tanah kita yang sangat subur ini ternyata kekurangan unsur hara makro (NPK). Setelah +/- 5 tahun dikenalkan dan terlihat peningkatan hasilnya, maka barulah para petani mengikuti cara tanam yang dianjurkan pemerintah tersebut. Produk hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1985-an pada saat Indonesia swasembada pangan. Petani kita selanjutnya secara turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau yang ada disekitar kita, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK saja ditambah dengan pengendali hama kimia.
Mereka para petani juga lupa, bahwa penggunaan pupuk dan pengendali hama kimia yang tidak terkendali, sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin tidak subur, semakin keras dan hasilnya dari tahun ketahun terus menurun.
Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.
System of Rice Intensification (SRI) pada tanaman padi yang sedang digencarkan oleh SBY adalah cara bertani yang ramah lingkungan, kembali kealam, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas hasil juga lebih baik, belum mendapat respon positif dari para petani kita, karena walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam budidayanya.
Petani kita karena sudah terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sangat berat menerima metoda SRI ini. Mungkin tunggu 5 tahun lagi setelah melihat petani tetangganya berhasil menerapkan metode tersebut.
Atau mungkin solusi yang lebih praktis ini dapat diterima oleh para petani kita; yaitu “BERTANI DENGAN POLA GABUNGAN SISTEM SRI DIPADUKAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK NASA”. Cara gabungan ini hasilnya tetap ORGANIK yang ramah lingkungan seperti yang dikehendaki oleh pola SRI, tetapi cara pengolahan lahan/tanah lebih praktis, dan hasilnya bisa meningkat 60% — 200% dibanding pola tanam sekarang.
Semoga petani kita bisa tersenyum ketika datang musim panen.
AYOOO PARA PETANI DAN SIAPA SAJA YANG PEDULI PETANI.
SIAPA YANG AKAN MEMULAI?
KALAU TIDAK KITA SIAPA LAGI?
KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI?
GUNAKAN NASA UNTUK BERTANI PADI DAN BERBAGAI KOMODITI.
HASILNYA TETAP ORGANIK, KUALITAS DAN KUANTITAS MENINGKAT.
omyosa,
papa_260001527@yahoo.co.id
Post a Comment